Belum Selesai

Vera Verawati Jutaan hari terlewat, berulang reinkarnasi dirinya. Namun tubuh itu masih berjibaku dengan matahari pagi. Bergelut dengan aroma keringat yang menetes dari setiap kaki dan tangan yang terayun. Kadang-kadang lelaki itu duduk memandangi kanvas dan cat berserak.Dalam diamnya mengeluhkan betapa tidak mampu dia mempuisikan rindunya. Perempuan itu masih saja terbingkai dalam figura misteri. Berulang […]

Continue Reading

Melepas Sepasang Merpati

Vera Verawati Denting kecapi merayu manja ruang-ruang kecil sebilah seruling. Suaranya menggetarkan sepotong rasa nyaris sirna. Aroma bunga setaman membaur Bersama riuh tawa orang-orang berbaju indah. Beramai-ramai mengarak sepasang merpati yang hari ini berikrar setia, hingga satu diantaranya menutup mata. Asap mengepul menebarkan harum ranum aneka penganan. Lembut berwarna-warni seperti hati sepasang merpati. Dari bibir […]

Continue Reading

Puisi Vera Verawati

Hari Ayah Tanpa AyahOleh : Vera Verawati Senja di sepanjang jalanan kotaTerbatuk-batuk oleh asap keletihanBercerita tentang lelah berjibakuDengan matahari nan sagaSepotong hati seperti kehabisan diksiHingga kepingan pusi tak ditemukan di sudut-sudutnyaDi sanaDi atap rumah berlangit rembulanGadis kecil bersenandungLagu hari ayah tanpa ayahEntah Pondok kata, 151024 Cinta dan CokelatOleh Vera Verawati angkuh meredam rindugetar ramai berdesak […]

Continue Reading

Bertanya Pada Takdir

KARTINI (Majalengka) – “Jika kau fikir perpisahan itu bagian dari takdir. Dan jika kau fikir perpisahan adalah jalan yang terbaik. Kau lupa bahwa takdir semacam itu sangat menyakitkan dan tidak bisa sembuh. Kecuali hilang ingatan. Tuhan Kasihanilah kami.” (Ki. Pandita) Hiasan pohon natal menggelinding jatuh terhempas angin yang menyusup lewat kaca jendela. Kotak kado yang […]

Continue Reading

Cinta Dalam Monolog Sunyi

Oleh Vera Verawati Latar itu gelap, deret obor terganti aroma dupa dari empat penjuru rasa. Di pintu masuk, tokoh itu tergopoh-gopoh berjalan di atas kerikil api. Lembaran merah biru tiba-tiba ditebar di atas altar, seperti menyerakan harapan yang meranggas bagai dedaun kering. Jubah putih hitam berkibar tertiup angin yang diciptakan, agar berhembus keringat lelah,  sisa […]

Continue Reading

Menggenggam Hancur Melepaskan Lebur

Oleh Vera Verawati Pada titik bergaris seru, anak panah empat penjuru angin. Mematung hati pada pilihan yang seharusnya sejak atma belum benar-benar jatuh di sajak asmaraloka Sang Dealova. Telah longgar genggaman, tawar luka sebelum benar-benar terkapar. Sepertinya waktu asyik memainkan ego dan emosi, dilambung diri ilusi. Bingkai mimpi dengan seutas pita warna abu-abu, bukan putih […]

Continue Reading