DALAM rangka memperingati Hari Buku Sedunia, saya dan tiga teman lainnya mengunjungi Rumah Dunia. Sebuah ruang public yang diinisiasi oleh Gol A Gong (Duta Baca Indonesia 2021-2025).
Jarak tempuh selama 5 jam menuju Provinsi Banten. Tepatnya di Komplek Hegar Alam No.40, Kampung Ciloang, Sumurpecung, Kecamatan Serang, Kota Serang-Banten.
Berbagai kegiatan yang terkait dengan Literasi diselenggarakan di sana. Perjalanan selama hampir lima jam menjadi tidak terasa karena malam hari. Tepat pukul 5 subuh, tim sampai di halam Rumah Dunia, setelah solat subuh, istirahat dan sarapan.
Sesaat sebelum acara di mulai, kami berkesempatan diajak berkeliling. Dari ruangan satu ke ruangan yang lain, yang hampir di setiap ruangan tersedia buku-buku yang ditata sedemikian rupa.
Berbagai peralatan tradisional juga beberapa terpajang di sana, serasa berada di sebuah museum, hingga sebuah becak juga terparkir sebagai salah satu media literasi.
Rumah dunia yang dibangun di area seluas 3000 meter persegi dan terdapat lebih dari 10.000 judul buku. Dengan program kegiatan yang rutin dilkasanakan, diantaranya wisata dongeng, wisata mengarang dan wisata lakon dan diskusi serta belajar Bahasa Inggris.
Pada peringatan Hari Buku Sedunia 2024 ini, Rumah Dunia mengadakan launching buku secara kolosal dengan hampir 100 judul buku yang diluncurkan.
Selain berbagai diskusi terkait buku, pergerakan literasi dan dinamikanya bersama para tokoh. Baik dari penulis, akademisi hingga birokrat ikut bicara. Bersama Kepala Perpusnaspress, Edi Wiyono, S.Sos, M.TR.AP, mengupas beberapa polemik yang dihadapi gerakan literasi di Indonesia, sekaligus upaya-upaya penanganannya sebagai bentuk kepeduliaan mewujudkan Indonesia dengan tingkat literasi lebih baik.
Rumah Dunia menjadi taman baca atau perpustakaan public yang terlahir dari kepedulian, bertujuan tidak saja meningkatkan kesadaran berliterasi tetapi juga kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Seusai mengikuti serangkaian kegiatan peringatan Hari Buku Sedunia, kita melanjutkan perjalanan sebelum pulang. Dua lokasi yang sempat dikunjungi adalah Keraton Kaibon dan Mesjid Agung Banten. Pada 1815 Keraton Kaibon berfungsi sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah, ibu dari Sultan Syaifudin.
Kaibon sendiri berasal dari kata keibuan yang berarti ibu yang lemah lembut. Luas mencapai 4 hektar dengan pintu gerbang utama terdapat 5 pintu dengan tinggi masing-masing 2 meter. Walaupun Keraton Kaibon hanya tinggal puing-puing tapi masih terlihat jejak-jejak kebesarannya dari arsitektur dan matrial yang masih tertinggal.
Selain Keraton Kaibon, tempat berikutnya adalah Mesjid Agung Banten. Dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin pertama kali pada tahun 1556. Dengan arsitektur yang menggambarkan berbagai kebudayaan. Islam, Hindu, Buddha, Tiongkok dan Belanda. Literasi begitu kaya, tidak saja berupa baca dan tulis, melainkan dari gedung-gedung dengan historical yang sangat penting untuk dilestarikan.
Oleh : Vera Verawati (Kuningan, Mei 2024)