KARTINI (Kuningan)— Peran Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) di Kabupaten Kuningan semakin strategis, tak hanya sebagai penerima manfaat program pertanian, tetapi juga sebagai aktor utama dalam distribusi pupuk bersubsidi. Hal ini mengemuka dalam Rapat Koordinasi Penyaluran Program BANGPUPUK (Bantuan Gapoktan untuk Penebusan Pupuk) yang digelar Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kabupaten Kuningan, Rabu (25/6), di Aula Diskatan.
Sebanyak 130 Gapoktan dari seluruh kecamatan hadir dalam forum ini, yang bertujuan menyamakan langkah dalam mekanisme penebusan pupuk bersubsidi serta mendorong Gapoktan untuk mengambil peran lebih besar, termasuk menjadi distributor resmi.

“Kami ingin Gapoktan tidak hanya menunggu bantuan, tetapi juga bertransformasi menjadi lembaga distribusi yang mandiri dan terpercaya,” tegas Kepala Diskatan, Dr. Wahyu Hidayah, M.Si. Menurutnya, melalui program BANGPUPUK, Gapoktan diberi kesempatan untuk mengelola bantuan sebesar Rp2 juta untuk penebusan pupuk Urea, NPK, maupun organik, sesuai kebutuhan di lapangan.
Lebih jauh, Wahyu menekankan urgensi transisi dari pupuk kimia ke pupuk organik. Ia menyebutkan, masih rendahnya penebusan pupuk organik menunjukkan adanya tantangan dalam mengubah kebiasaan petani, meskipun dampak jangka panjang pupuk kimia terhadap tanah sudah sangat dirasakan.
“Tanah kita sudah lelah. Kita butuh regenerasi, dan itu hanya bisa dilakukan jika petani—melalui Gapoktan—bersedia beralih ke pola tanam yang lebih lestari,” ujarnya.
Rapat koordinasi ini juga menghadirkan Enang Iyus, S.P., Ketua Tim Pupuk dan Pestisida dari Distanhorti Provinsi Jawa Barat, yang mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam setiap penyaluran pupuk subsidi.

“Pupuk subsidi adalah instrumen negara. Gapoktan harus paham bahwa setiap kilogram yang ditebus adalah amanah publik,” katanya. Enang juga menyayangkan masih rendahnya realisasi
penyaluran pupuk di Kuningan, padahal alokasi sebenarnya mencukupi.
Senada dengan itu, Wanto, perwakilan dari PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), menyebutkan bahwa secara teknis distribusi sudah siap, dengan dukungan tiga gudang dan sepuluh distributor resmi.
“Masalahnya bukan ketersediaan, tapi kesiapan Gapoktan dalam menebus sesuai sistem. Kami terbuka untuk dukungan teknis dan sosialisasi,” ujarnya.
Diskusi interaktif di akhir acara menjadi ruang berbagi pengalaman dan kendala yang dihadapi di lapangan, termasuk soal kendala teknis dalam sistem penebusan dan kebutuhan pendampingan administratif.
Dengan semakin dikuatkannya peran Gapoktan, program BANGPUPUK menjadi lebih dari sekadar bantuan subsidi—melainkan sebuah langkah nyata menuju kemandirian kelembagaan petani. Jika dijalankan secara konsisten, bukan tidak mungkin Gapoktan di Kuningan akan menjadi model distribusi pupuk bersubsidi yang efektif dan berkelanjutan bagi daerah lain. (vr)