KARTINI (Jakarta) — Komitmen Kabupaten Kuningan dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan tidak terbantahkan. Namun, di balik kontribusinya terhadap ekologi regional, Kuningan justru menghadapi tantangan berat dalam pembangunan. Ironi inilah yang mendorong Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si, melakukan audiensi dengan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Raja Juli Antoni, di Jakarta, Senin (2/6/2025).
Dalam pertemuan yang didampingi jajaran Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Kepala Bappeda, dan Direktur PAM Tirta Kamuning itu, Bupati Dian menyuarakan pentingnya dukungan konkret dari pemerintah pusat terhadap daerah-daerah pelestari lingkungan seperti Kabupaten Kuningan.
“Kami berharap audiensi ini menjadi titik awal sinergi konkret dan berkelanjutan dalam membangun kehutanan Indonesia yang lestari dan berkeadilan sosial,” kata Bupati Dian dalam pernyataannya.
Hutan Kuningan, Paru-paru Regional
Kabupaten Kuningan diketahui memiliki 46 persen luas wilayahnya berupa kawasan hutan. Terdiri dari hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Ciremai, kawasan ini menjadi penyangga ekologis utama bagi wilayah Ciayumajakuning—yakni Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan sendiri.
Namun, dampak ekologis yang dihasilkan Kuningan tidak hanya berhenti di kawasan hutan. Aliran air dari mata air dan lereng Gunung Ciremai di wilayah ini menjadi sumber utama pasokan air bersih dan irigasi di wilayah hilir, mulai dari Kabupaten/Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, hingga Kabupaten Brebes di Jawa Tengah.
“Tanpa suplai air yang berasal dari kawasan hutan dan lereng Gunung Ciremai, maka ketahanan pangan dan program swasembada beras di daerah-daerah hilir tersebut tidak akan dapat tercapai,” ujar Bupati Dian.
Konservasi Tapi Terpinggirkan
Komitmen menjaga kawasan hutan dan membatasi eksploitasi sumber daya alam membawa konsekuensi sosial-ekonomi bagi Kuningan. Desa-desa di sekitar hutan hidup dalam keterbatasan. Terbatasnya ruang pembangunan dan minimnya aktivitas ekonomi akibat kebijakan konservasi menyebabkan kabupaten ini kini tercatat sebagai kabupaten termiskin kedua di Jawa Barat.
“Ini menjadi ironi besar. Daerah yang menjaga paru-paru wilayah, justru mengalami ketimpangan sosial,” tegas Bupati Dian.
Untuk itu, ia mendorong hadirnya keadilan ekologis dalam bentuk dukungan afirmatif dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Di antaranya, percepatan legalisasi lahan perhutanan sosial, fasilitasi usaha masyarakat desa hutan, dan penguatan kelembagaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

Usulan Konkret Ekowisata, Agroforestry, dan Akses Karbon
Dalam audiensi tersebut, Bupati Kuningan membawa sejumlah usulan konkret, antara lain pemanfaatan kawasan hutan produksi terbatas milik Perum Perhutani untuk budidaya padi gogo dan jagung oleh kelompok tani hutan. Program ini dinilai sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong swasembada pangan nasional.
Tak hanya itu, ia juga mendorong pengembangan kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai destinasi ekowisata konservasi yang berbasis edukasi dan partisipasi masyarakat. Menurutnya, pengembangan ekowisata yang berkelanjutan dapat menjadi solusi ekonomi bagi masyarakat desa hutan, sekaligus memperkuat semangat konservasi.
Di bidang kehutanan produktif, Bupati juga mengusulkan program rehabilitasi lahan kritis dan pengembangan agroforestry terpadu berbasis komunitas. Komoditas unggulan seperti kopi, porang, jagung, dan padi gogo diharapkan dapat mendongkrak perekonomian warga sekitar hutan tanpa merusak ekosistem yang ada.
Dorongan Insentif Ekologis
Isu pokok lain yang ditegaskan dalam pertemuan tersebut adalah pentingnya skema insentif-disinsentif berbasis ekologi dari pemerintah pusat sebagai bentuk keadilan fiskal bagi daerah konservasi.
“Keadilan ekologis hanya akan bermakna jika diikuti oleh keadilan fiskal dan keadilan sosial,” tegas Bupati Dian.
Beberapa skema insentif yang diusulkan antara lain :
• Transfer Anggaran Berbasis Ekologi (TAEk)
• Dana Alokasi Khusus (DAK) sektoral untuk konservasi dan pengentasan kemiskinan
• Integrasi indikator ekologi dalam Dana Insentif Daerah (DID)
• Akses daerah terhadap skema perdagangan karbon dan program REDD+
Pembagian manfaat jasa lingkungan

Skema tersebut diyakini dapat menjadi jembatan antara pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan, yang selama ini menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian hutan Indonesia. Siap Jadi Model NasionalSebagai penutup, Bupati Kuningan menyatakan kesiapan daerahnya untuk menjadi model nasional pembangunan hijau berbasis masyarakat.
“Kami siap menjadi daerah percontohan pembangunan hijau berbasis masyarakat, dengan hutan yang lestari, air yang terjaga, pangan yang tercukupi, dan rakyat yang sejahtera,” katanya.
Audiensi ini diharapkan membuka babak baru sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang tak hanya hijau secara lingkungan, tetapi juga adil secara sosial dan fiskal. (red)