Belajar Dari Tutur Longsor Lereng Cilengkrang

Opini Pilihan

Oleh : Avo Juhartono, Aktifis Lingkungan

KARTINI (Kuningan) – Satu minggu sudah kegaduhan longsor lereng atas Lembah CIlengkrang berlangsung dengan berbagai argumen yang membela diri dan saling menyalahkan. Mari Kita sudahi kegaduhan ini. Benang merah dari kegaduhan ini diantaranya :

  1. Longsor di Lereng utara Wisata Arunika adalah suatu fakta yang diakui oleh semua pihak dan tak bisa ditutupi oleh siapapun serta apapun sekalipun dengan tumpukan uang.
  2. Pihak Arunika mengatakan bahwa kejadian longsor di tebing lereng utaranya bukan karena adanya Arunika karena sebelum adanya Arunika kejadian longsor di lereng tersebut pernah terjadi yaitu pada tahun 2007, 2014. Kalau memang pihak arunika mengetahui hal tersebut, harusnya Arunika penuh kesadaran tidak akan membuat berbagai aktivitas dan bangunan yang mepet ke tebing utara tersebut. (kejadian longsor tahun 2007 dan 2014 ini apakah memang betul diketahui sebelum membangun arunika, atau dicari tahu sekarang sekarang, wallahu alam).
  3. Tidak perlu lagi berdebat penyebab terjadinya longsor, apakah apakah bocornya pipa PDAM Kuningan, apalagi menyalahkan hujan/cuaca.
  4. Mengapa longsor sekarang setelah adanya Arunika jadi ramai. Sementara longsor sebelum adanya Arunika diam-diam bae. Longsor sebelum adanya Arunika tidak ramai karena dulu yang terancam adalah tanaman, sayuran dan tanahnya saja serta aktivitas petani saja. Tapi sekarang menjadi ramai karena di atasnya ada aktifitas banyak orang berwisata, ada banyak bangunan yang perlu kita pikirkan keselamatannya.

Solusi
Beberapa tawaran solusi yang terangkum dari beberapa orang/pihak diantaranya :

  1. Arunika harus membangun bangunan penahan bibir tebing untuk menahan tebing agar tidak runtuh. bangunan penahan ini dilengkapi dengan selokan/canal agar tidak ada aliran air yang merembes ke tebing (koordinasi dengan PUTR dan BTNGC).
  2. Arunika harus bisa mengendalikan arus air permukaan/runoff dengan cara memperbanyak biopori dan juga membuat sumur resapan (koordinasi dengan Dinas LH).
  3. Arunika juga harus ikut bertanggung jawab terhadap usaha pemulihan dinding tebing bekas longsor (bekerja sama dengan BTNGC).
  4. Kondisi tanah pada dinding tebing yang cukup gembur (terlalu lama disiram air limbah kohe) memerlukan rehabilatasi dengan menggunakan tanaman yang dalam perakarannya dan juga perlu juga menggunakan tanaman-tanaman pengikat sebagai terasering.
  5. Kemiringan tebing yang lebih dari 60 derajat sudah tentu membutuhkan personil yang memiliki kemampuan bermain di tebing dalam penanaman. (bahan dari FHR Amallo dan hampir sama dan sependapat)
  6. Point 1,2 dan 4 juga harus dilakukan oleh pihak siapapun yang berada dan beraktivitas di atas tebing lereng lembah CIlengkrang.
  7. Pihak Arunika membatasi pembangunan dan aktivitas wisata di dekat lereng tebing
  8. Pihak Arunika membuat rambu rambu tanda bahaya dan peta dan jalur evakuasi sebagai tempat wisata yang aman bencana.

Apakah Perbup 84 Tahun 2020 Masih Berlaku?

Untuk Pemkab Kabupaten Kuningan mohon kejelasan apakah Perbup No. 84 Tahun 2020 Tentang ‘Pemanfaatan Ruang Dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Palutungan Kabupaten Kuningan’, masih berlaku atau tidak?

Kawasan Palutungan sesuai dengan Perbup tersebut terdiri dari wilayah Desa Cisantana, Puncak dan Babakanmulya merupakan kawasan yang didominasi kawasan lindung dengan intensitas pemanfaatan ruang yang sangat kompleks.

Berdasarkan hal tersebut agar Pemkab Kuningan tidak lalai dalam menjalankan aturan yang sudah dibuatnya maka :

  1. Segera bentuk tim yang berasal dari berbagai pihak untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Perbup No 84 tahun 2020 dan melakukan audit tehadap semua aktivitas pemanfaatan ruang di kawasan Palutungan.
  2. Hentikan sementara aktivitas pembangunan yang tidak sesuai dengan aturan pemanfaatan ruang.
  3. Bersama pihak terkait melakukan upaya perbaikan baik secara tekhnis lapangan maupun administrasi perijinan terhadap kelalaian dan kesalahan yang sudah dilakukan.
  4. TKRD jangan alergi untuk melibatkan BPBD Kuningan dalam tahap perijinan, karena BPBD punya Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) Kabupaten Kuningan yang bisa dijadikan salah satu pertimbangan dalam perijinan suatu aktivitas atau pembangunan melalui mitigasi bencana, jangan hanya kalau sudah terjadi bencana BPBD yang direpotkan sementara dalam proses perijinan diem diem bae
  5. Secara konsisten melakukan pengendalian secara ketat aktivitas pemanfaatan ruang sesuai dengan aturan.

Demikian beberapa hal yang bisa disampaikan, hal ini bukan untuk menakut nakuti atau menghambat dunia usaha tapi ini salah satu upaya agar potensi SDA kawasan palutungan bisa memberikan manfaat ekonomi baik untuk kesejahteraan masyarakat maupun PAD Pemkab Kuningan dengan secara lestari dan berkelanjutan serta memberikan rasa aman dan nyaman baik dunia usaha dan semakin mempertegas Kuningan sebagai Konservasi. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *