Sudah seminggu lelaki yang sempat berambut gondrong ini terlihat masgul, obrolan kakaknya yang akhirnya memutuskan harus mengakhiri hidup. Entah sedalam apa cinta yang dimilikinya padaku, karena setelah obrolan hari itu, dia semakin sering berbincang denganku. Mengenang setiap peristiwa yang dilewati bersamaku.
“Apa kau masih ingat, saat aku dimarahin mimi karena tak pergi mengaji?” tanyanya sambil matanya tak lepas memandangku. Terbayang tubuh kau yang masih lelaki kecil berlari sembunyi di balik tubuhku.
“Atau saat semua teman-temanku menginginkan pesta sederhana?” lanjutnya lagi kian menerawang. Ramai sekali kau dan teman-temanmu segera membuat api unggun di bawahku, hiruk pikuk suara gitar dan nyanyian yang bercampur senda gurau.
“Aku benar-benar tak ingin berpisah denganmu.” Lama-lama terdengar isaknya
Betapa ingin tanganku bergerak untuk merengkuhnya, memberinya pelukan. Tapi tubuh ini hanya diam di tempat, mendengarkan setiap ungkapan perasaannya, yang membuat hatiku kian sakit mendengarnya.
“Tapi aku bisa apa?” katanya lagi sambil memelukku
Nyaris setiap malam sebelum akhirnya kembali ke tempat tidur yang hanya berjarak beberapa meter dariku. Lelaki yang pernah gondrong dan masih membujang itu lebih memilih menghabiskan waktu bersamaku, mungkin di matanya aku lebih menarik dari perempuan-perempuan di sana hingga di usianya yang sudah 45 tahun itu masih saja sendiri.
===@@@===
Luas lahan itu kira-kira 8 m x 10 m, menurut kakak rencananya akan dibuat untuk tiga buah rumah, masing-masing satu untuk tiga anaknya. Pohon salam itu berdiri tepat ditengah-tengah lahan. Tingginya mencapai 20 meter, umurnya diperkirakan lebih dari 50 tahun.
“Lin, pohon salam itu harus ditebang biar bisa segera dibangun rumah,” kata kakak saat berbincang dengan lindung lelaki yang pernah gondrong itu.
“Kalau tidak ada pilihan lain yah apa boleh buat, kak.” Katanya dengan nada lesu, ekspresi sedih langsung tergambar di wajahnya. Sang kakak tahu, bagaimana ikatan batin antara adiknya dengan pohon salam itu.
Adiknya yang satu ini memang berbeda dari saudara yang lain, seorang pecinta lingkungan sejati. Bahkan nyaris seluruh hidupnya dihabiskan untuk menjaga dan merawat lingkungan. Ini tebukti dari seabrek kegiatannya di organisasi lingkungan. Tidak hanya sekedar pergerakan melakukan tindakan-tindakan nyata seperti ikut kegiatan bersih-bersih gunung saat pendakian, upaya penyelamatan mata air di sekitar tempat tinggal, membersihkan kali-kali yang aromanya sudah terdeskripsikan dengan warna legam. Hingga lupa dengan mencari pasangan hidup untuk dirinya sendiri. Sedang dirumah sendiri tak satupun plastik terbuang sia-sia semua di olahnya menjadi sesuatu yang berguna. Termasuk menjadi media pembibitan salam hingga entah sudah berapa ribu bibit salam yang sudah dibagikan kepada siapa saja yang memintanya.
=== @@@ ===
Seperti yang dijanjikan, pagi itu tepat jam 9 para pekerja yang akan menebangku datang. Setelah berbasa-basi sebentar mereka segera mendekatiku, dari jauh aku lihat lindung sedang menahan air mata. Tiba-tiba saat mata gergaji hampir menyentuh tubuhku, dia berteriak.
“Tunggu, beri aku waktu untuk memeluknya terakhir kali,” katanya seraya berlari ke arahku.
Tanpa memperdulikan apapun Lindung benar-benar memelukku kuat sekali seraya berbisik
“Maafkan aku, karena tak bisa mempertahankanmu.”
Aku bisa merasakan bagaimana dadanya bergemuruh oleh amarah dan sedih yang tertahan, namun takdir jugalah yang telah memutuskan.
“Kau sudah cukup merawat dan menjagaku selama ini, titip anak-anakku dan aku berdoa semoga mereka juga menemukan orang sebaik dirimu saat merawatku, segeralah menikah agar segera ada yang merawatmu juga,” kataku sambil memberinya senyuman terakhir.
Setelah dirasa cukup, Lindungpun beranjak. Dengan wajah kebingungan para pekerja itu melanjutkan pekerjaannya, memulai memotong-motong tubuhku. Saat tubuh pertamaku terpenggal, air mata Lindung kian deras. Kehilanganku adalah kehilangan terbesar untuk hampir setengah perjalanan hidupnya. Bukan salam terakhir karena kau telah membantu anak-anakku tumbuh dengan subur dan akan terus merawat mereka seperti merawatku selama ini.
Kuningan, Mei 2023
Profil Penulis :
Vera Verawati, Ketua TBM Pondok Kata Rz aktif sebagai kolomnis di kartinikuningan.id dan kompasiana.com. Menulis adalah dedikasi untuk dirinya sendiri dan dunia serta menjadikan membaca sebagai obat jiwa yang paling sederhana.
