Kekerasan Seksual, Buah Sistem Sekuler-Liberal

Berita Opini

Oleh : Lia Marselia, Aktivis Muslimah

KARTINI – Kasus kekerasan seksual menjadi salah satu penyumbang deretan kasus-kasus yang terjadi di negeri ini. Pasalnya, kasus kekerasan seksual semakin meningkat. Pelaku kejahatannya pun kian beragam, mulai dari kalangan pendidik, tokoh agama, dokter, bahkan dari kalangan internal korban itu sendiri.

Melihat fakta yang ada, kasus kekerasan seksual berada di semua ruang lingkup yang tak bisa dihindari oleh perempuan. Seperti misalnya terjadi di transportasi umum, lingkungan kerja, bahkan di dalam rumah sendiri yang seharusnya menjadi tempat paling aman sekalipun. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu menjamin keamanan bagi masyarakat, khususnya perempuan.

Padahal, sebagai negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini, sejatinya perempuan berada pada posisi yang harus senantiasa dilindungi dan dijaga kehormatannya. Namun, akibat hidup dalam sistem dan budaya sekularisme-liberalisme. Dengan adanya kebebasan (liberal), konten pornografi dengan mudah membanjiri masyarakat.

Seperti dari tahun 2005 Indonesia telah masuk 10 besar negara pengakses situs porno di dunia. Padahal, salah satu pemicu perilaku seks bebas dan kekerasan seksual adalah konten pornografi. Dengan adanya kebebasan inilah, perempuan semakin tidak aman. Meskipun adanya undang-undang yang sengaja mereka buat untuk melindungi perempuan, seperti disahkannya UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) nyatanya hal itu tidak menjadikan perempuan aman dan terjaga.

Disamping itu, akibat budaya sekuler dan liberal juga menjadikan masyarakat tidak mengenal batasan dalam berinteraksi antara laki-laki dan perempuan. Sehingga, peluang kekerasan seksual semakin jelas. Tentu, dalam kasus ini menjadikan perempuan korban yang bisa menimbulkan trauma berat, sehingga ada ketakutan jika melaporkan kekerasan yang terjadi. Bahkan tak sedikit yang berakhir dengan dalih sifat kekeluargaan dan menjadikan pelaku kekerasan tidak mendapatkan hukuman yang menjerakan.

Jauh berbeda dengan Islam. Islam melindungi perempuan dengan syariatnya. Islam memiliki cara untuk menjaga perempuan berupa preventif juga kuratif. Cara preventif diantaranya yaitu sebagaimana yang tertuang dalam QS. An-Nur: 30-31 tentang kewajiban pria dan wanita untuk menutup aurat dalam kehidupan umum serta saling menjaga pandangan.

Islam pun secara jelas menetapakan pakaian wajib bagi muslimah ketika keluar rumah adalah kerudung yang terulur sampai menutupi dada juga jilbab atau gamis yang merupakan baju panjang dan lebar hingga tidak nampak lekukan tubuhnya.

Cara preventif selanjutnya yaitu Islam mengharamkan khalwat, yakni kondisi dimana laki-laki dan perempuan yang bukan mahram hanya berduaan saja. Khalwat sering menjadi peluang bagi terjadinya perzinaan dan kekerasan seksual yang sengaja diciptakan.

Selain khalwat, Islam juga mengharamkan ikhtilat, yakni kondisi campur-baur antara pria dan wanita kecuali untuk kepentingan muamalah, pengobatan dan pendidikan. Namun, menjadi haram hukumnya apabila pria dan wanita bercampur-baur seperti di tempat pesta, tempat hibur, dan sebagainya.

Selain tindak preventif, Islam juga menyiapkan sanksi keras bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan. Syariah Islam menjatuhkan sanksi bagi pihak yang melakukan eksploitasi terhadap perempuan, termasuk pihak yang memproduksi konten-konten pornografi. Serta bagi pelaku pelecehan seksual seperti cat calling, menyentuh/meraba perempuan, mengintip, dan sebagainya.

Para pelaku ini dijatuhkan sanksi ta’zir yang jenis dan bobot sanksinya diserahkan pada qadhi (hakim). Sanksinya bisa berupa hukuman penjara, hukuman cambuk, bahkan hukuman mati jika dinilai sudah keterlaluan oleh pengadilan sesuai hasil ijtihad qadhi.

Adapun sanksi yang lebih berat akan diberlakukan kepada para pelaku pemerkosaan. Apabila pelakunya adalah lelaki yang belum menikah (ghayr muhshan) maka sanksinya adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun di tempat terpencil. Jika pelakunya kategori muhshan (sudah pernah menikah), maka sanksi atas dirinya adalah hukum rajam hingga mati. Dengan demikian, pelecehan atau pemerkosaan tidak akan terulang kembali mengingat sanksi berat bagi para pelakunya.

Penerapan sistem Islam menjadi satu-satunya jalan keluar juga perlindungan terbaik bagi kaum perempuan. Sebab, sistem inilah yang datang dari Allah Swt. serta merupakan satu-satunya sistem yang dapat melindungi umat manusia, khususnya kaum perempuan. Hukum-hukum yang mulia sebagaimana dipaparkan di atas hanya bisa diterapkan di dalam institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiyah.

Wallaahu ‘alaam Bish Shawwab. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *