Ditulis Oleh Vera Verawati
Dear Tuhan
Bolehkah aku menulis surat cinta, untukmu?
Lalu samapaikan surat itu kepada ayah dan ibuku yang melahirkanku, yang bahkan sampai hari ini aku tidak pernah tahu bagaiman senyumnya. Sebab sejak lahir, tubuhku ditemukan di depan pintu sebuah Panti Asuhan yang memberiku sehelai kain pembungkus raga berlumur darah dengan ari-ari masih melekat.
Dear Tuhan
Bolehkah aku menulis surat cinta, untukmu?
Sebab banyak yang ingin aku tanyakan dan aku yakin hanya KAU yang tahu. Walaupun aku tahu aku belum bisa memahami jawabMu. Bahkan untuk memahami arti CintaMu padaku yang KAU guratkan takdir di garis tangan sebagai anak yang terlahir tapi tidak diinginkan kelahirannya.
Dear Tuhan
Bolehkah aku menulis surat cinta, untukmu?
Pada akhirnya berpasang sayap malaikat memelukku dengan hangat, menceritakan tentang kuda sembrani yang menarik kereta kencana dan membawa sepasang orang tua untuk mengasuhku, tapi sungguh keingintahuan ini belum terjawab sampai hari ini.
DearTuhan
Bolehkah aku menulis surat cinta, untukmu?
Akan aku tuliskan sebuah harapan di langitMu yang selalu biru oleh kasih. Aku hanya meminta pertemukan aku dengan sebab terlahirnya aku di dunia, tidak untuk meghakiminya atau mempertanyakan atas dosa apa hingga mereka membuangku, melainkan untuk memeluknya dan menujukan betapa CintaMu sungguh tak terbatas, bahkan pada para pendosa sekalipun.