Belum Selesai

Roman

Vera Verawati

Jutaan hari terlewat, berulang reinkarnasi dirinya. Namun tubuh itu masih berjibaku dengan matahari pagi. Bergelut dengan aroma keringat yang menetes dari setiap kaki dan tangan yang terayun.

Kadang-kadang lelaki itu duduk memandangi kanvas dan cat berserak.Dalam diamnya mengeluhkan betapa tidak mampu dia mempuisikan rindunya. Perempuan itu masih saja terbingkai dalam figura misteri.

Berulang mencoba menggambarkan dalam realis, namun yang terlihat masih sekumpulan abstrak.Imajinasikannya dalam kepulan asap di puntung tembakaunya yang terakhir. Sama saja, yang terlihat hanya bulatan-bulatan kosong tanpa bentuk hati seperti keinginannya.

Asa menggali bumi, menemukan bongkahan berlian. Disulapnya menjadi satu set mahar untuk wanitanya.Tapi yang terjadi, masih duduk dibangku bercat warna kayu. Memandang kanvas yang baru setengahnya, liuk kalimat sahid dengan warna gelap mendominasi. Angan-angan kian melangitkan seraut wajah, yang tidak pernah ingin melukiskannya.

“Karena kau bukan untuk disimpan, melainkan menjadi aliran yang menyebabkan jantung terus berdenyut,” bisiknya pada hujan di bulan Januari yang enggan berhenti.

Pondok Kata RZ, 25 Januari 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *