KARTINI (Kuningan) – Para petani di Kabupaten Kuningan mulai merasakan angin perubahan. Bukan hanya pada cara bertani, tapi juga pada perhatian yang kini lebih dekat dan nyata. Melalui pelaksanaan Sekolah Lapang (SL) Tematik yang digelar serentak di 16 UPTD KPP/BPP, para petani mendapatkan ruang belajar yang selama ini dirindukan: langsung dari lapangan, langsung dari pengalaman, dan langsung menjawab kebutuhan mereka.
“Dulu kami hanya mengandalkan kebiasaan lama, tapi sekarang kami tahu ada cara yang lebih cerdas dan lebih hemat,” ujar Dedi (47), petani asal Cipicung. Ia menjadi salah satu peserta yang mengikuti SL Tematik yang dipantau langsung oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan, Dr. Wahyu Hidayah, M.Si.

Dr. Wahyu turun langsung ke UPTD KPP/BPP Cipicung untuk menyapa petani dan memastikan kegiatan berjalan sesuai harapan. Bagi petani seperti Dedi, kunjungan ini bukan sekadar seremonial. “Rasanya beda kalau pejabat datang, ngobrol langsung, dan dengar cerita kita. Itu yang bikin kami semangat belajar,” tuturnya.
Salah satu materi yang paling disambut antusias adalah pengenalan metode Tanam Benih Langsung (TABELA) dan teknologi padi Salibu, yang diyakini bisa meningkatkan hasil panen dari satu kali tanam menjadi dua bahkan tiga kali. “Kalau benar bisa panen tiga kali dari satu kali tanam, itu seperti rejeki berlipat. Kami siap mencoba!” tambah Siti, petani perempuan dari Kecamatan Maleber.

Bukan hanya itu, petani juga diajak memahami manfaat Pupuk Organik Cair (POC) yang ternyata diproduksi di daerah sendiri, tepatnya di Cidahu. Ironisnya, pupuk tersebut selama ini lebih banyak dikirim ke luar daerah. “Kalau bisa dipakai di sini, kenapa harus beli pupuk mahal dari luar?” celetuk seorang peserta SL di sela-sela praktik.
Dengan pendekatan yang praktis, SL Tematik menjadi jembatan antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan nyata petani. Di lapangan, para penyuluh tak hanya mengajar, tapi juga mendengarkan keluhan dan aspirasi petani, dari soal hama sampai harga jual.
“Kami merasa ini bukan lagi program dari atas, tapi sudah jadi milik bersama. Kita belajar, kita diskusi, kita praktik bareng. Itu baru namanya sekolah tani,” ungkap Tarman, petani muda yang kini aktif menjadi relawan penyuluh di desanya.
Ke depan, para petani berharap kegiatan seperti ini bisa menjadi agenda rutin yang tidak hanya berlangsung saat ada proyek atau kunjungan pejabat. “Jangan sampai semangat kami cuma hidup satu-dua bulan. Kalau bisa terus berlanjut, saya yakin pertanian Kuningan akan lebih mandiri,” tutup Dedi penuh harap.
Dengan semangat gotong royong dan pendekatan langsung ke lapangan, transformasi pertanian di Kabupaten Kuningan tak lagi hanya wacana. Bagi petani, perubahan kini bisa dirasakan, dilihat, dan dijalani bersama. (vr)