Teknologi dan Pendampingan, Kunci Transformasi Pertanian Kuningan Menuju Masa Depan

Berita Sosial & Ekonomi

KARTINI (Kuningan) – Di tengah tantangan perubahan iklim, krisis regenerasi petani, dan tekanan terhadap ketahanan pangan nasional, Kabupaten Kuningan justru menunjukkan langkah konkret untuk mengubah wajah pertanian. Di bawah kepemimpinan Dr. Wahyu Hidayah, M.Si., Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan mendorong transformasi sektor pertanian, bukan hanya dengan retorika, tetapi dengan aksi nyata di lapangan.

Transformasi ini tidak semata-mata bicara soal anak muda turun ke sawah, tetapi lebih dalam dari itu—tentang bagaimana teknologi, pendampingan, dan kebijakan menyatu dalam satu sistem untuk menjadikan pertanian sebagai sektor yang modern, efisien, dan menarik.

Salah satu contoh nyata datang dari Wildan, pemuda Desa Cihirup, Kecamatan Ciawigebang. Ia bukan sekadar petani muda, tapi operator teknologi pertanian modern. Wildan telah menguasai penggunaan combine harvester dan traktor roda empat—dua alat pertanian canggih yang berhasil memangkas waktu, tenaga, dan kehilangan hasil panen.

“Dulu panen bisa sampai tiga hari. Sekarang, dengan combine harvester, hanya butuh tiga jam,” ungkap Wildan, yang kini juga kerap menjadi tempat belajar bagi petani muda lainnya.

Keberhasilan Wildan bukan kebetulan. Alat-alat tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Pertanian, tapi peran Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan menjadi krusial karena hadirnya proses pendampingan yang menyeluruh. “Teknologi tanpa edukasi hanya akan jadi besi tua,” kata Dr. Wahyu Hidayah saat mendampingi panen di Desa Kertawana.

Pendekatan sistemik inilah yang menjadi kekuatan utama transformasi pertanian Kuningan. Dinas tidak berhenti di distribusi alat, tapi mengembangkan skema menyeluruh yang mencakup:
• Pemetaan petani milenial dan wilayah potensial
• Pelatihan teknologi dan manajemen agribisnis
• Fasilitasi akses alsintan dan permodalan
• Pendampingan berkelanjutan dari produksi hingga pemasaran


Tujuannya jelas yaitu menciptakan sistem pertanian yang adaptif terhadap perubahan zaman dan ramah bagi generasi muda.


“Petani tidak boleh lagi berjalan sendiri. Harus ada sistem yang menopang. Wildan hanyalah salah satu wajah dari proses ini. Kami berharap akan ada ratusan, bahkan ribuan Wildan lainnya yang tumbuh di seluruh Kuningan,” ujar Wahyu.

Transformasi yang tengah berlangsung ini juga menunjukkan bahwa pertanian tidak harus identik dengan kerja kasar, kotor, atau tertinggal. Justru sebaliknya, dengan pendekatan teknologi dan kolaborasi antarsektor, pertanian bisa menjadi sektor strategis yang menjanjikan secara ekonomi dan sosial.

“Kami ingin ubah mindset. Bahwa bertani itu bukan pilihan terakhir, tapi peluang besar—asal negara hadir secara nyata, dan sistemnya berpihak,” tutup Wahyu.

Langkah Kuningan bisa menjadi model. Bukan hanya tentang regenerasi, tetapi tentang perubahan paradigma: dari pertanian tradisional menuju pertanian berbasis pengetahuan, teknologi, dan keberlanjutan. (vr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *