Suarakan Krisis Alsintan dan Irigasi, Petani Butuh Aksi Nyata, Bukan Janji Politik

Berita Sosial & Ekonomi

KARTINI (Kuningan) — Bukan sekadar kunjungan seremonial, kedatangan Anggota Komisi IV DPR RI Rina Sa’adah, Lc., M.Si., ke Desa Cileuya, Kecamatan Cimahi, pada Sabtu (21/6/2025), menjadi momen strategis bagi petani untuk menyuarakan langsung realitas lapangan yang selama ini jarang terdengar: keterbatasan alat pertanian, irigasi yang tak merata, dan infrastruktur usaha tani yang belum memadai.

Dalam kunjungan tersebut, Rina tak hanya ikut serta dalam panen padi dan uji coba mesin perontok, tetapi juga menyimak satu per satu curahan hati petani dalam sesi dialog terbuka. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan, Dr. Wahyu Hidayah, M.Si., secara tegas menyampaikan bahwa krisis alat mesin pertanian (alsintan) menjadi salah satu kendala utama dalam mempercepat proses tanam.

“Kami butuh 1.300 traktor roda dua, tapi masih kekurangan 500 unit. Ini berdampak langsung pada efektivitas olah tanah dan momentum tanam. Waktu adalah segalanya dalam pertanian,” ungkap Wahyu di hadapan legislator pusat itu.

Sementara itu, Kepala Desa Cileuya, Warjo, S.E., menambahkan bahwa persoalan air tak kalah serius. Sebanyak 180 hektare sawah di desanya mayoritas masih mengandalkan hujan. Jaringan irigasi dari Bendungan Kuningan belum menjangkau wilayah dataran tinggi, menjadikan musim tanam sangat bergantung pada cuaca.

Janji Pemerintah Pusat, Petani Tunggu Bukti

Menanggapi aspirasi yang mengemuka, Rina Sa’adah menyebutkan bahwa Komisi IV DPR RI telah mengajukan prioritas bantuan alsintan dan irigasi kepada Kementerian Pertanian. Namun, semua masih dalam tahap penyusunan CPCL (Calon Petani dan Calon Lokasi). Ia juga menyuarakan pentingnya pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) agar mobilitas hasil panen dan distribusi input pertanian tidak lagi bergantung pada medan sulit.

“Kami di DPR akan mengawal aspirasi ini agar tidak berhenti di atas kertas. Tapi tentu, sinergi dengan pemda dan masyarakat sangat penting,” kata Rina.

Namun, bagi petani, janji tinggal janji jika tidak segera direalisasikan. Ketua kelompok tani setempat menyampaikan secara gamblang, “Kami sudah sering dijanjikan bantuan traktor, irigasi, jalan tani—tapi realisasinya sering terlambat atau tidak merata. Kami ingin bukti, bukan wacana.”

Pertanian Tak Butuh Panggung, Butuh Solusi

Kunjungan kerja semacam ini sering dianggap publik sebagai agenda formal belaka. Namun di Cileuya, momentum ini dimanfaatkan benar oleh para pelaku utama pangan: petani. Mereka tidak menuntut lebih, hanya ingin bisa bekerja lebih cepat, lebih efektif, dan lebih sejahtera.

Harapan besar kini tertumpu pada keberanian legislatif dan eksekutif pusat untuk menjawab suara akar rumput. Alsintan, irigasi, dan jalan tani bukan sekadar kebutuhan teknis, melainkan pondasi utama bagi transformasi pertanian di daerah. Kabupaten Kuningan, dengan semangat petani muda yang mulai tumbuh, tidak boleh dibiarkan tertinggal karena kendala yang seharusnya bisa diatasi lewat kebijakan yang berpihak.

Jika benar ada komitmen membangun ketahanan pangan nasional, maka suara dari Cileuya ini seharusnya jadi prioritas, bukan catatan kaki. (vr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *