KARTINI (Kuningan) – Bukan hanya panggung seni budaya dan produk UMKM, Ciayumajakuning Entrepreneur Festival (CEF) 2025 juga menjadi ajang pembuktian bahwa perubahan besar bisa dimulai dari tindakan sederhana: menanam dan gotong royong.
Digelar di Lapangan Pandapa Paramarta pada Jumat malam (20/6/2025), festival ini menjadi titik tolak gerakan kolektif masyarakat dalam menghadapi krisis pangan dan inflasi global. Melalui dua program strategis, Taman Masagi dan BANGPUPUK, warga Kabupaten Kuningan diajak menjadi aktor utama dalam menciptakan ketahanan pangan dari halaman rumah hingga sawah.

Gerakan Menanam dari Halaman Sendiri
Program Taman Masagi bukan sekadar imbauan, melainkan gerakan menyeluruh yang melibatkan keluarga, RT/RW, hingga kantor-kantor pemerintahan. Inisiatif ini mengusung semangat mandiri pangan dari pekarangan, di mana warga menanam komoditas strategis seperti cabai dan tomat untuk menekan ketergantungan pasar.
“Gerakan ini milik rakyat. Kami fasilitasi, tapi yang menjalankan adalah warga. Menanam itu bukan sekadar hobi, tapi bagian dari perjuangan menghadapi harga yang makin tak menentu,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Dr. Wahyu Hidayah.
Simbolisasi program ditandai dengan penyerahan bibit oleh Bupati kepada perwakilan perangkat daerah, namun makna sesungguhnya ada pada ribuan keluarga yang akan menanam di halaman rumah mereka.

BANGPUPUK, Petani Dimudahkan, Produksi Ditingkatkan
Sementara itu, program BANGPUPUK menjadi angin segar bagi 376 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kuningan. Fasilitasi penebusan pupuk bersubsidi bukan hanya membantu petani, tapi juga mengefisiensikan proses distribusi dan mendorong hasil panen lebih stabil.
“Pupuk itu nyawa tani. Dengan sistem BANGPUPUK, kami ingin petani tidak lagi disulitkan urusan administrasi dan distribusi,” jelas salah satu perwakilan Gapoktan penerima bantuan, Dedi dari Desa Karangmangu.
Program ini menargetkan percepatan akses dan efisiensi dalam penebusan pupuk, sejalan dengan strategi 100 Hari Kerja Bupati dalam sektor pangan.
Masyarakat Jadi Subyek, Bukan Objek
Bupati Kuningan, Dr. Dian Rachmat Yanuar, menyebut bahwa pendekatan pembangunan saat ini tidak boleh bergantung pada pemerintah saja. “Warga harus jadi subyek perubahan. Pemerintah itu mendampingi dan memfasilitasi. Tapi kekuatan utama ada di rumah-rumah kita,” ucapnya.
Dengan tema “Merayakan Budaya, Melestarikan Alam”, CEF 2025 bukan hanya festival ekonomi kreatif, tapi juga perayaan atas kebangkitan kesadaran rakyat. Budaya gotong royong dan kemandirian menjadi roh di balik dua program strategis yang diluncurkan.
Dari Festival Menuju Perubahan Nyata
Lebih dari sekadar seremoni, peluncuran Taman Masagi dan BANGPUPUK di CEF 2025 menjadi penanda bahwa solusi atas tantangan pangan masa depan dimulai dari bawah. Dari rakyat. Dari desa. Dari pekarangan rumah.
Dengan keterlibatan aktif masyarakat, CEF 2025 menjelma menjadi gerakan transformatif. Kuningan tak lagi sekadar merayakan budaya, tapi juga menanam masa depan. (vr)