Petani Muda Bukan Lagi “Cadangan”, Mereka Adalah Motor Utama Ekonomi Pangan Masa Depan

Berita Sosial & Ekonomi

KARTINI (Kuningan) – Identitas petani perlahan bertransformasi. Tidak lagi sekadar pelaku produksi di sawah atau ladang, tetapi kini muncul sebagai pionir wirausaha berbasis digital yang mampu menggerakkan ekonomi desa secara mandiri. Narasi ini mengemuka dalam Pelatihan Literasi dan Digitalisasi Keuangan bagi UMKM Regenerasi Petani, yang digelar oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan Diskatan Kabupaten Kuningan, Selasa (17/6) di Gedung PLUT Kuningan.

Dr. Wahyu Hidayah, M.Si., Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kabupaten Kuningan, hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut. Namun alih-alih hanya membahas teknologi atau inovasi alat pertanian, Wahyu menekankan pentingnya pola pikir baru di kalangan petani muda.

“Regenerasi pertanian bukan hanya soal mengganti orang tua dengan anak muda. Ini soal perubahan cara berpikir. Anak muda sekarang harus melihat diri mereka bukan sebagai pelengkap, tetapi sebagai aktor utama ekonomi pangan masa depan,” ujarnya penuh penekanan.

Menurut Wahyu, tantangan utama regenerasi bukan sekadar akses terhadap teknologi atau modal, tetapi keberanian untuk membentuk identitas baru sebagai wirausahawan di sektor pertanian.

“Ketika kita bicara soal wirausaha pertanian, kita bicara tentang kemandirian. Kita bicara tentang keberanian mengambil risiko, menyusun strategi, dan membangun jaringan. Ini adalah dunia baru bagi petani muda, dan mereka harus masuk sebagai pemain, bukan penonton,” lanjutnya.

Kegiatan pelatihan ini diikuti mayoritas petani muda binaan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat. Selain materi literasi keuangan dan digitalisasi bisnis, pelatihan juga mendorong peserta untuk membangun kepercayaan diri dan visi usaha berbasis lokal.

Dr. Wahyu juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menyerahkan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) pada pagi hari sebelumnya. Menurutnya, alat hanyalah instrumen, dan yang terpenting adalah bagaimana petani muda menjadi operator perubahan.

“80 persen keberhasilan usaha itu ada di mentalitas. Kita butuh generasi petani yang siap gagal, tapi tidak takut bangkit. Siap belajar, tapi juga siap memimpin. Mereka harus punya dorongan untuk berprestasi, mempengaruhi, dan diakui,” jelasnya.

Pelatihan ini bagian dari strategi jangka panjang untuk menciptakan ekosistem pertanian yang tidak lagi tergantung pada kebijakan pusat semata, tetapi dibangun oleh aktor lokal yang sadar akan potensi dan tantangannya sendiri.

“Ekonomi digital hanya akan bermakna jika masyarakat lokal tahu bagaimana mengelola potensi desanya sendiri. Dan di situlah peran petani muda sebagai arsitek masa depan pangan kita,” tutup Wahyu. (vr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *