Cimenga Dapat Bantuan Pangan, Warga Harap Solusi Lebih dari Sekadar Sembako

Berita Sosial & Ekonomi

KARTINI (Kuningan) – Desa Cimenga, Kecamatan Darma, kembali menjadi sorotan setelah Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) menyalurkan bantuan pangan bagi warga rentan pada Rabu (4/6/2025). Meski disambut baik oleh warga, muncul harapan agar pemerintah tidak hanya berhenti pada bantuan konsumtif, tapi juga menghadirkan solusi yang berkelanjutan.

Sebanyak 230 paket bantuan pangan dibagikan kepada masyarakat, dengan rincian 10 kg beras dari Provinsi Jawa Barat, ditambah beras, telur, daging ayam, minyak goreng, dan susu dari cadangan pangan daerah. Desa Cimenga menjadi satu-satunya desa di Kabupaten Kuningan yang masuk kategori prioritas 1 dalam peta kerentanan pangan versi FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas) 2025.

Bagi sebagian warga, bantuan ini menjadi napas sementara di tengah tekanan ekonomi. Namun, banyak di antara mereka yang menyuarakan kekhawatiran bahwa bantuan ini bersifat sementara dan tidak menyentuh akar persoalan.

“Kami bersyukur ada bantuan. Tapi, hidup tidak cukup dari sembako sebulan sekali. Kami butuh pekerjaan, butuh pelatihan usaha, bukan hanya beras dan telur,” ungkap Deni (45), warga Dusun Ciawitali yang sehari-hari bekerja serabutan.

Hal senada diutarakan oleh ibu rumah tangga, Yuyun (36). Ia berharap intervensi yang datang bukan hanya dalam bentuk pangan, tapi juga dalam peningkatan akses pendidikan, air bersih, dan fasilitas pertanian yang memadai.

“Kalau ada pelatihan atau modal usaha untuk ibu-ibu, kami bisa lebih mandiri. Sekarang semua mahal, bantuannya cepat habis,” ujarnya.

Kegiatan ini melibatkan lintas pihak mulai dari Pemprov Jawa Barat, Pemkab Kuningan, hingga Tim Penggerak PKK. Mereka menekankan pentingnya sinergi dan peran keluarga dalam membangun ketahanan pangan.

Namun, sebagian pegiat sosial mengingatkan bahwa ketahanan pangan sejati tidak bisa dibangun dengan pendekatan karitatif semata. Butuh kebijakan struktural, penguatan ekonomi lokal, serta pemberdayaan masyarakat secara langsung.

“Kita harus berani bertanya: kenapa Cimenga bisa masuk kategori rawan pangan prioritas 1? Apa yang salah dalam distribusi anggaran, pembangunan pertanian, atau akses warga terhadap sumber daya?” kata Ahmad Surya, aktivis pangan dari Kuningan Watch.

Ia menambahkan, peta kerentanan pangan tidak seharusnya jadi dasar bantuan semata, melainkan peta jalan perbaikan yang konkret dan terukur.

Kepala Desa Cimenga, Nana Rukmana, menyampaikan komitmennya agar distribusi bantuan tepat sasaran dan menyasar warga yang tidak tercover bantuan reguler seperti PKH. Namun ia juga mengakui bahwa ketahanan ekonomi desa belum cukup kuat.

“Kami butuh dukungan agar desa ini punya kegiatan ekonomi produktif. Bantuan memang penting, tapi pemberdayaan lebih penting lagi.”

Cimenga bisa menjadi cermin bagi banyak desa lain: bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal cadangan beras, tapi tentang kemampuan masyarakat untuk bertahan dan berkembang tanpa terus bergantung pada bantuan.

Dengan potensi alam yang ada, banyak warga berharap Cimenga bisa bangkit—bukan sebagai penerima bantuan, tapi sebagai desa mandiri pangan. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *