Forum Sawala Alam Sebut Longsor Yang Berdampak Ke Cilengkrang Bukan Dari Arunika

Berita Peristiwa Pilihan

KARTINI (Kuningan) – Setelah ramai diperbincangkan longsor yang terjadi di tebing utara salah satu objek wisata di Cisantana Kec. Cigugur dan berdampak terhadap Objek Wisata Cilengkrang Pajambon Kramatmulya, ternyata setelah dikaji penyebabnya bukan dari Wisata Arunika.

Demikian hasil kajian dalam Forum Sawala Alam Ngajaga Adat Ngariksa Jagat yang digelar oleh DPD Sundawani Wirabuana Kabupaten Kuningan, di Balai Desa Pajambon, Kecamatan Kramatmulya, Sabtu (24/5/2025).

Forum Sawala alam ini, menghadirkan berbagai pihak kompeten, antara lain, Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy, Owner Arunika H. Rohmat Ardian, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Ketua Sundawani Maratanza, Aktivitas Anak Rimba (AKAR), TNGC Wilayah 1, Akademisi Universitas Muhammadiyah, perwakilan masyarakat dan undangan lainya.

Ketua AKAR Federick Amalo, dalam pemaparannya, mengakui bahwa awalnya pihaknya menduga Arunika menjadi penyebab. Namun setelah dilakukan kajian langsung di lapangan, ditemukan fakta bahwa longsor yang terjadi saat ini adalah pengulangan dari kejadian serupa pada tahun 2017 bahkan lebih parah.

Dokumen dan catatan geologis dari waktu tersebut memperkuat kesimpulan bahwa struktur tanah dan kondisi tebing memang sudah lama rawan runtuh, akibat pelapukan alami dan aktivitas pertanian seperti penanaman rumput pakan ternak di atas, aliran limbah ternak yang membuat tanah menjadi gembur.

“Setelah ditelusuri, longsoran tidak merusak aliran air utama maupun jalan menuju objek wisata. Batu-batu besar di sekitar jalan pun tidak tersentuh oleh material longsor. Ini membuktikan bahwa, longsor hanya terjadi pada bagian tebing tertentu, tidak langsung menyasar kawasan bawah,” jelas Amalo.

Diskursus publik selama ini kurang mengarah pada solusi. Ini menjadi perhatian penting. Karena itu, Sawala Alam hadir bukan untuk menyalahkan, melainkan merumuskan solusi konkret.

“Arunika justru kini diminta menjadi bagian dari solusi. Mereka diberikan tanggung jawab untuk mengontrol rembesan air, memperbanyak sumur resapan dan biopori, serta mendukung pembangunan penahan tebing agar kejadian serupa tak terulang,” tambahnya.

Sementara, Ketua Sundawani, Maratanza, menyatakan, Sawala Alam adalah ruang kearifan lokal untuk menyatukan pemahaman dan kesadaran. “Ini bukan saatnya saling menyudutkan, tapi saatnya lahirkan tanggung jawab kolektif menjaga alam kita,” ujarnya.

Masalah longsor ini diharapkan menjadi momentum pembelajaran bersama. Kerusakan alam bukanlah hasil dari satu pihak semata, melainkan akumulasi dari banyak faktor, termasuk pola penggunaan lahan dan kelalaian kolektif.

Melalui pendekatan edukatif dan kolaboratif, Sawala Alam mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memahami akar persoalan, menyusun solusi jangka panjang, serta memperkuat sinergi dalam merawat warisan lingkungan untuk generasi mendatang. (kh) ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *