Kupas Riset Pola Asuh di Negara-Negara Maju, Manakah yang Terbaik?

Opini Sosial & Ekonomi

KARTINI (Kuningan) – Pusat Study Gender dan Anak (PSGA) merupakan lembaga yang bergerak dibidang studi gender dan anak. Dalam hal ini, Universitas Muhammadiyah Kuningan turut berkontribusi dan melek terhadap layanan PSGA yang dikepalai oleh Dr. Erik, M.Pd.
Sabtu (22/2/2025).

Pusat Study Gender dan Anak (PSGA) UM Kuningan telah menyelenggarakan Seminar dengan mengusung tema Pola Asuh Orang Tua di Era Digital. Kegiatan ini dilaksanakan via Zoom Meeting yang diikuti oleh partisipan dari IGTKI, IGRA, IPAQI Kabupaten Kuningan, Kepala Sekolah, Guru serta Mahasiswa/i PG-PAUD Universitas Muhammadiyah Kuningan.

Narasumber dalam kesempatan ini, yaitu Susianty Selaras Ndari, M.Pd. (Peneliti dan Konsulatn PAUD-Perth, Western Australia) serta Dr. Erik, M. Pd., selaku Kepala PSGA Universitas Muhammadiyah Kuningan.

Seminar ini dibuka langsung oleh Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Kuningan, yaitu Dr. Nanan Abdul Manan, M. Pd. Dalam sambutannya ia menyampaikan, ” forum ini akan menjadi forum yang strategis untuk bisa melahirkan beberapa formula ke depan, pola asuh yang bisa sesuai di setiap zamannya, serta tidak kalah penting bagaimana literasi digital di kalangan pendidik bisa menyeluruh, holistik dan berkelanjutan,” tuturnya.

Dr. Erik, M. Pd. sebagai narasumber pertama mengangkat tema Digital Parenting. Dalam hal ini, menyampaikan terkait hasil riset mengenai bahaya gadget hingga solusinya terhadap penggunaan gadget anak. Salah satu bahaya dari penggunaan gadget berpengaruh terhadap perkembangan motorik anak.

“Generasi native sekarang yaitu anak-anak yang berusia 2 tahun sudah senang bermain gadget orang tuanya, hingga usia anak sekolah tidak sedikit yang mengalami gangguan motorik karena anak tidak banyak melakukan aktivitas fisik sehingga ini akan berdampak dalam jangka panjang karena masa anak adalah masa pertumbuhan dan perkembangan,” ujarnya.

Di kesempatan lain, narasumber yang kerap disapa Bu Laras ini juga berbicara tentang pola asuh dengan tema Kajian Pola Asuh di Berbagai Negara. Topik yang sangat menarik dan tentunya akan banyak memeberikam pengetahuan dan wawasan bagi para audiens yang hadir.

Materi yang disampaikan sangat luar biasa, kita bisa mengetahui pola asuh yang diterapkan dan dipakai oleh beberapa negara maju, seperti Amerika, Australia, Jepang, Tiongkok dan Korea.

“Faktor-faktor yang memperngaruhi pola asuh itu diantaranya dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orang tua, status sosial emosional, budaya dan lingkungan. Orang tua yang berpendidikan cenderung akan mampu mendidik dan menerapkan pola asuh yang baik pula pada anaknya, kemampuan mengontrol sosial emosional juga penting agar lebih bijak dalam menerapkan pola asuh, serta budaya dan lingkungan juga dapat mempengaruhi bagaimana orang tua dalam mengasuh anaknya dengan baik dan efektif,” katanya.

Pola asuh di Amerika, cenderung menerapkan gaya pengasuhan yang otoritatif atau gaya pengasuhan yang lembut (51%), otoriter (28%), permisif (18 %), helikopter (15%), dan tidak terlibat (12%).

Sedangkan, pola asuh di Australia lebih mensejajarkan antara anak dengan orang tua. Sebesar 94% orang tua di Australia mengizinkan anak untuk menggunakan layar elektronik sebelum usia 2 tahun.

Berbeda dengan di Jepang, orang tua memiliki pola asuh “Nunchi”, yaitu seni memahami dan memikirkan perasaan orang lain. Tingkat kelahiran rendah, namun tingkat kekerasan anak tinggi. Sehingga pemerintah melarang” Cambuk Cinta” (Ai no Muchi ) yang merupakan pola asuh yang mengedepankan Kekerasan fisik dan emosional.

Selanjutnya, pola asuh di Tiongkok yaitu pola pengasuhan otoriter dan kolaboratifkolaboratif, mereka menganggap anak laki-laki adalah pencari nafkah dan berespektasi tinggi terhadap karir dan kesuksesannya.

Untuk menerapkan pola asuh terhadap anak yang memiliki egosentris yang tinggi dan keinginannya selalu ingin dipenuhi , maka alangkah lebih baik jika orang tua memberikan terget atau tantangan bagi anak agar ia belajar berusaha dan berjuang terlebih dahulu untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, atau ketika anak melanggar peraturan sesekali berikan punishment yang mendidik bagi anak.

Di akhir acara, Laras mengatakan bahwasanya,” Tidak ada pola asuh yang terbaik karena semua pola asuh itu pada dasarnya semua baik. Tergantung pada kebutuhan dan cara orang tua menerapkannya, disesuaikan dengan kebutuhan anak dan keadaan. Ketika salah memberikan pola asuh, maka akan berdampak negatif terhadap kesehatan mental anak,” pungkasnya.

Penulis : Wini Wahdaniah, mahasiswi PG-PAUD Universitas Muhammadiyah Kuningan. Saat ini bekerja sebagai Guru di TK Labschool UM Kuningan dan aktif sebagai aktivis gender dan anak di Pusat Study Gender dan Anak (PSGA) Universitas Muhammadiyah Kuningan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *