Purnama Kabar Kebebasan

Roman

Vera Verawati

Asap membumbung, hitam menghembuskan jeritan. Purnama semalam terdiam dalam gelisah. Wajahnya mendung kelopak menggenang butiran luka. Tontonan di bumi menyesakan dadanya.

Telah berkali tumpah airmata kemarahan. Belum tuntas benar isaknya, kabar dari hulu mengernyitkan dahi rentanya.

“Air, selalu saja air yang diributkan,” ujarnya.

Helaan napasnya menyiratkan dalamnya kecewa. Biji-biji telah ditabur di bumi, harusnya cukup untuk berkali-kali reinkarnasi anak cucu adam bahkan hingga akhir kehidupan.

Keserakahan menggerogoti rusuk para pemikir. Dzikir itu berubah lafadz menjadi lembaran-lembaran kefakiran. Bahkan sabda Tuhan diseduhnya menjadi arak-arak pelacur.

Ini bukan lagi tentang negeri yang terjual, tapi tentang bangsa yang dijaminkan pada cakar para budak setan.

Purnama oh purnama, kabar kebebasan bukan lagi tentang mengakhiri hidup, tapi sebab hidup seperti yang dimatikan. Segelintir putih itu masih terlihat, dari bilik gubuk ditepi telaga.

“Assolaatukhoirum minnannaum”.

Kuningan, 13 Februari 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *