Ditulis Oleh : Vera Verawati
Matahari sudah lama merajuk, asik menikmati kesendiriannya hingga tidak sepatah katapun terlontar demi bisa damai mendengar music alam. Hujan telah mengajarinya bertahan dari dingin yang mengigilkan rindunya.
Ada Lelah yang tak tergambar, bahkan Ketika lemah tangisnya mengadu pada langit tentang makin samarnya hitam dan putih. Telinganya berasa ingin pecah, begitu juga dengan potongan hatinya. Wajah-wajah mungil yang disia-siakan gemulai menari dipelupuk mata.
Drama miris ibu yang menjual anak perempuannya demi sekantong beras dan validasi sosial. Murka sisi gelap Ketika balita-balita tidak berdosa legam menghitam oleh api ketidakmengertian mereka, mengapa harus menjaja diri dengan tangan tengadah.
Potongan potret siswa yang menghakimi gurunya, meliuk-liuk menggoda kupu-kupu yang baru tumbuh sayapnya. Disaat Sebagian belahan dunia lain sibuk mencipta perubahan-perubahan gila hingga tidak lagi berjarak surga dan neraka terlihat tak bersekat.
Jangan ada nyala lilin, tidak perlu buat permohonan apalagi nyanyian tentang bertambahnya angka. Dua warna di kepala menegaskan tidak lagi muda. Focus saja pada perjalanan yang sudah setengahnya, ketika ada duri dan luka lagi, telah berdamai dengan perihnya.
Senyapkan doa-doa, tentang mampukan kedua tangan ini untuk meraih mereka yang selayaknya dientaskan dari segala sedih dan ketidakadilan dunia. Bukankah masih banyak yang bisa dikerjakan dari meminta yakni memberi. Untuk diri sendiri dan negeri tercinta ini.
Pondok Kata, 31 Januari 2025