Puisi : Vera Verawati
Telah kucari ujung benang merah yang tersangkut di tubir harapan. Di gelap labirin meretas jejak menuju masa depan. Pada sehelai daun jati terakhir yang melayang jatuh diterbangkan kegelisahan. Telah kutuliskan sebuah surat untukku di masa depan—andai takdir mengijinkan.
Untukku di masa depan.
Pernah ada masa lalu yang membuatmu tergugu dalam gelap yang perih dan nyeri, namun kau mampu melintasi walau harus berdarah-darah tersandung aral melintang. Berapa lama hari-hari berat nyaris sekarat kini kuat bermartabat.
Jika saat ini kemuliaan adalah gambaran dari harta yang dipunya, dan kau masih belum jadi apa-apa, masih terus ditempa oleh segala soalan hidup. Tapi, yakinlah semua itu terus mendewasakan cara dan sikap serta tindak lakumu.
Maka pada masa depan, siapa pun dirimu. Terima kasih telah sekuat itu hingga sampai di hari dimana dirimu tidak lagi perlu menangisi kegagalan. Tidak lagi perlu tertawa oleh kebodohan, atau menghakimi diri sendiri atas keterbatasan yang ada.
Untuk DIA yang tidak pernah pergi dari yang terus memperbaiki cinta menuju hakiki. Segala kerendahan hati ijinkan terus melantunkan puja puji atas usia yang dititipkan dan berlimpah kasih yang diterima.
Pondok Kata, 15 Oktober 2024