Maroon

Roman

Vera Verawati

Terhenyak, bayang di cermin itu berdiri mematung. Wajahnya getas menahan belas atas rindu yang tertahan semalaman. Tiba-tiba tubuhnya ambruk, hatinya tidak sanggup terus berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Sedang dibagian dalam, setengah jiwa sedang berjuang meyakinkan.

Raut itu perlahan memerah, hidungnya berasa ingin disumbat agar terdengar suara isak. Rasa ingin memaki pada air mata agar tak mudah jatuh oleh segala rasa yang dihadirkan kehidupan. Atau setidaknya luruhlah diam-diam saat hujan deras di awal Februari.

Pernah kecewa lebih dari sekedar kata”KECEWA”, tapi tidak ada pilihan selain berdamai dengan terus memaafkan diri sendiri dan hal-hal yang membuat hati terus menerus terluka. Karena hakikatnya manusia, diberi rasa sakit untuk belajar menyembuhkannya.

Maroon,
Kau terlihat cantik di antara kedua pandanganmu yang sembab, dan memilih menepikan segala prasangka. Demi menyelamatkan cinta yang baru saja bertunas putiknya. Mari menari saja, seperti seorang gadis remaja yang berlarian di bawah salju Desember.

Kemudian mencipta kembali patahan kata yang nyaris berserak di hamparan sajadah tua, walau terbata-bata teruskan segala harap yang nyaris hirap. Pada Sang Pemilik Rasa, tolong kuatkan dalam ikatan untuk saling menyempurnakan kekkurangan.

Maroon,
Nikmati saja setiap waktu yang tersisa, entah berapa lama, usah dirisau. Teruslah memberi hingga lupa saatnya menerima akan tiba. Tetaplah meronakan cinta kepada sesama makhluk semesta. Agar bahagia nyata meraksa.

Pondok Kata 7 September 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *