
Oleh : Vera Verawati
Pagi itu Cimahi terasa sedikit gerah, sudah hampir seminggu tak datang hujan, sepertinya sudah memasuki musim kemarau jika dirunut dari perkiraan cuaca. Kartika dan Gilang anak lelakinya baru saja turun dari travel. Hari ini, ia dan anaknya harus segera mengurus rekomendasi Bank untuk persyaratan berkas Bea siswa pendidikan Gilang di Jepang. Tanpa terbersit apapun Kartika berusaha mengikuti kemauan putranya. Tak satupun pakaian di bawanya karena mengira semua urusan rekomendasi bank ini tak perlu waktu lama.
Jam 12 yang dijanjikan pemilik LPK Kuroyaki yang menjadi biro jasa penyalur tenaga kerja ke Jepang. Segera Kartika memesan grab untuk tiba di BRI Cimahi, setibanya di sana ternyata orang yang dimaksud belum juga datang. Setelah menemukan tempat yang nyaman untuk menunggu Kartika dan Gilang asik dengan pikirannya masing-masing. Tak lama adzan dzuhur terdengar, segera dicarinya mushola terdekat. Dalam sujudnya Kartika meminta segala urusan dimudahkan.
Tepat pukul satu siang, Pak Ibrahim dan istri datang. Setelah saling memperkenalkan diri dan beramahtamah, mereka memasuki bank yang sedang ramai oleh nasabah. Setelah proses transfer selesai kemudian berkas pengajuan referensi bankpun dimasukan. Perkiraan waktu untuk mendapatkan acc sebenarnya tidak lama hanya butuh waktu paling lama 30 menit sampai satu jam. Namun rencana tinggalah rencana, berkas yang sudah dimasukan untuk melengkapi permohonan referensi bank tak juga direspon. Hingga sore tiba jawaban mengecewakan diterima.
“Bagaimana, Teh?” tanya Kartika pada seorang satpam perempuan yang tadi menerima berkasnya.
“Maaf, bu. Bapak Direktur sedang keluar dan belum kembali. Sebaiknya ibu pulang saja, nanti jika berkas ibu sudah di acc, dari pihak Bank pasti akan menghubungi.” Jelasnya dengan wajah tetap ramah
“Bagaimana, pak?” Tanya Kartika pada Pak Ibrahim dan Istrinya.
“Kita pulang saja, Teh Tika. Untuk sementara Teh Tika dan Gilang tidur di LPK. Ada Kang Rahman yang akan membantu di sana.” Jawab Pak Ibrahim sembari menawarkan tempat untuk istirahat. Karena tak punya sanak saudara di sana, Kartika dan Gilang mengiyakan saja.
Pak Ibrahim dan istri menawarkan untuk mengantar sampai LPK sekaligus ada beberapa obrolan yang masih aharus dibahas. Sesampainya di LPK, Kartika dan Gilang diperkenalkan pada Kang Rahman dan seorang lelaki setengah baya Pak Saiful orang tua dari Reno yang juga sedang mengurus referensi banknya, bapak dan anak itu ternyata berasal dari kota Lampung. Menurut mereka referensi mereka sudah ditandatangani, tinggal diambil besok.
“Besok, kita berangkat sama-sama.” Kata Pak Ibrahim
“Baik, Pak.” Serempak menjawab.
===@@@===
Sederet springbed berjajar di dalam, ruangan berukuran 8x6 meter ini yang disekat oleh dinding triplek saja, tak ada pintu hanya selembar gordeng yang sudah usang sebagai pembatas. Kartika tidur di ruangan sebelah kiri yang biasa digunakan Kang rahman, sedang Kang Rahman bergabung dengan yang lain di ruang sebelah kanan. Cimahi yang dingin makin dingin oleh kipas angin yang berputar sepanjang malam.
Saat adzan subuh berkumandang, Kartika bergegas bangun menuju kamar mandi umum yang terletak diluar ruangan, di pojok kiri area LPK tersebut. Ada 3 kamar mandi umum dengan kondisi seadanya dan kotor. Namun Kartika tak punya waktu untuk mengeluhkan kondisi itu, bergegas mandi dan berwudu lalu bergabung dengan jamaah mushola yang terletak tepat di depan LPK. Dalam sujudnya Kartika kembali memasrahkan diri, munajatkan segala keresahan.
Selesai sholat Kartika mencoba berjalan-jalan sekitar LPK, berniat mencari sarapan. Dilihatnya sebuah warung nasi uduk sedang ramai oleh pembeli. Saat memesan dilihatnya Pak Saiful sedang menikmati sarapan bersama pembeli lainnya.
Selesai sarapan dan kembali ke LPK, dilihatnya Gilang dan Reno juga Kang Rahman sudah asik menikmati kopi. Saling bertukar cerita hidupnya masing-masing.
Waktu yang dijanjikan Pak Ibrahim tiba, tepat pukul 9 pagi, mobil Pak Ibrahim sudah terpakir di depan LPK. Kartika, Gilang, Reno dan ayahnya segera masuk. Tak lama setelah berjalan, obrolan pun mulai mengalir.
“Pak Saiful nanti setelah referensi banknya keterima mau jalan-jalan dulu di Cimahi, silakan yah. Saya akan bantu Teh Tika dan Gilang dulu.”
Sesampainya di Bank yang dimaksud, mereka pun turun dan segera menuju ruang tunggu, tak lama nama Pak Saiful sudah dipanggil. Setelah menerima referensi Pak Saiful dan Reno pun berpamitan. Ingin berjalan-jalan seputar kota Cimahi. Waktu bergeser cepat Pak Ibrahim dan istrinya berpamitan untuk menjemput putrinya di kampus, sementara Kartika dan Gilang melanjutkan menunggu. Tiga jam kemudian Pak Ibrahim dan istrinya sudah kembali dan menanyakan referensi bank itu. saat dikonfirmasi ke pihak bank jawabannya masih sama.
“Kita pulang aja,teh. Sudah sore,” kata Pak Ibrahim sambil beranjak dari kursinya.
“Terpaksa Teh Tika menginap lagi malam ini,” sambung Ibu Nina istri Pak Ibrahim
“Iya, bu.” Jawab Kartika dengan wajah lesu.
Terpikir olehnya dengan pakaian yang sudah dua hari ini dikenakan, karena tak sepotong baju dibawa dari rumah. Diam-diam Kartika menghubungi teman-temannya, tak lama berselang seorang teman telah merespon.
“Butuh apa , Tik?” Tanya Elon teman semasa SMAnya.
“Baju ganti, gak tahu jika urusan di sini bakal beberapa hari,” balas tika dengan emot tersipu.
“Aku minta teman-temanku untuk membantu, yah.” Pesan balasan yang menyejukan.
Sesampainya di LPK Kartika segera menuju ruangan sebelah kiri, lalu bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudu. Walau terasa gak nyaman karena harus memakai baju yang sama setelah dua hari. Tak lama setelah menunaikan salat ashar, handphone berbunyi.
“Assalamualaiku, Teh Kartika. Saya Sri temannya Kang Elon, apa yang bisa dibantu?”
“Waalaikum salam, iya nih Teh Sri saya hanya membutuhkan sepotong baju untuk saya dan anak saya ganti.
“Oke, nanti aku bawakan yah, Teh.”
Tepat pukul delapan malam, sebuah mobil terios putih memasuki halaman LPK. Dua laki-laki dan perempuan keluar membawa dua kantong plastik berwarna merah. Kartika segera menyambut dan memperkenalkan diri. Nana, Tatang, Sri dan Odah adalah teman di sebuah komunitas Paguyuban dengan Elon. Setelah lama berbincang hangat merekapun berpamitan.
“Semoga terpakai ya, Teh.” Bisik Sri saat berpelukan.
“Terim kasih, Sri. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian,” kataku lirih menahan haru.
Sepulangnya mereka, Sri kembali ke ruangannya. Dikeluarkan isi kantong plastik berwarna merah itu. Ada tiga potong baju untuknya dan tiga potong baju untuk Gilang anaknya, lengkap dan serba baru. Entah ungkapan apa yang bisa mengekspresikan rasa harunya selain sujud syukur.
“Alhamdulillah, terima kasih ya Allah telah mengirimkan malaikat-Mu.”
Sungguh tiga potong baju itu hal paling berharga saat ini.
Bandung, 2024